Wednesday, December 23, 2009

Concorde


AĆ©rospatiale-BAC Concorde adalah sebuah pesawat supersonik satu di antara dua pesawat penumpang supersonik yang pernah melayani secara komersial. Concorde memiliki kecepatan jelajah 2,04 Mach dan ketinggian terbang 60.000 kaki (17.700 meter) dengan konfigurasi sayap delta dan evolusi mesin yang dilengkapi dengan afterburner awalnya dikembangkan untuk pengebom strategis Avro Vulcan. Dia merupakan pesawat masyarakat pertama yang dilengkapi dengan sistem kontrol terbang-dengan-kabel. Penerbangan komersial, dioperasikan oleh British Airways dan Air France, dimulai pada 21 Januari 1976 dan berakhir pada 24 Oktober 2003, dengan penerbangan terakhir pada 26 November tahun itu.

Air Force One


Air Force One adalah tanda panggil (nama) pengatur lalu-lintas udara bagi pesawat United States Air Force manapun yang mengangkut Presiden Amerika Serikat.

Sejak tahun 1990, armada kepresidenan terdiri atas 2 pesawat serial Boeing 747-200B terspesifikasi tinggi – kode ekor "28000" dan "29000" – dengan penunjukan "VC-25A".

Hanya ada satu Air Force One yang diperuntukkan bagi presiden; jika WaPres terbang pesawat ini disebut sebagai Air Force Two. Kalau tidak maka akan dipanggil dengan nomornya, seperti pesawat lain.

Salah satu episode paling dramatis atas Air Force One terjadi saat serangan 11 September 2001, saat Presiden George W. Bush terbang dari Bandar Udara Internasional Sarasota-Brandenton ke Pangkalan Angkatan Udara Barksdale dengan pesawat ini dan lalu ke Pangkalan Angkatan Udara Offutt sebelum ke Washington DC setelah menerima kabar buruk itu.

Air Force Two


Air Force Two is the air traffic control call sign used by any United States Air Force aircraft carrying the Vice President, but not the President. The term is often associated with the Boeing C-32, a modified 757 which is most commonly used as the Vice President's transport. The C-40 Clipper, a version of the Boeing 737, also serves in this role.

Although the U.S. Marine Corps carry the primary mission for helicopter support of both the President, Marine One, and Vice President, Marine Two, UH-1N Twin Huey helicopters from the Air Force's 1st Helicopter Squadron are also used to support the Vice President in the Washington, D.C. area under the call sign Air Force Two.

History

Dick Cheney

For the March 2002, 10-day, 12-country whirlwind trip throughout the Middle East, Vice President Dick Cheney used the VC-25A, a modified Boeing 747 that is typically reserved for the President. The aircraft used the call sign Air Force Two. During the buildup to the 2003 invasion of Iraq, Cheney again used the VC-25A for an overseas trip. Cheney had traveled previously on the aircraft when accompanying George H. W. Bush as Secretary of Defense.

Lockheed U-2


Lockheed U-2 (atau seringkali disebut Dragon Lady) merupakan sebuah pesawat pengintai ketinggian tinggi, bermesin tunggal yang digunakan oleh Angkatan Udara Amerika Serikat dan pernah diterbangkan juga oleh CIA. Pesawat ini dapat melakukan misi pengintaian di ketinggian tinggi (70,000 kaki, lebih 21,000 m) pada waktu siang atau malam, dan dalam semua keadaan cuaca. Pesawat ini juga digunakan untuk penyelidikan dan mengesahkan data satelit.

Pesifikasi (U-2S)


Karakteristik umum

  • Kru: 1
  • Panjang: 63 kaki (19.2 m)
  • Lebar sayap: 103 kaki (31.4 m)
  • Tinggi: 16 kaki (4.88 m)
  • Area sayap: 1,000 kaki² (92.9 m²)
  • Berat kosong: 14,300 lb (6,760 kg)
  • Berat maksimum lepas landas: 40,000 lb (18,100 kg)
  • Mesin: 1× General Electric F118-101 turbojet, 19,000 lbf (84.5 kN)

Performa

SR-71 Blackbird


Lockheed SR-71 adalah sebuah pesawat pengintai strategis jarak jauh berkecepatan Mach 3 yang berawal dari pesawat model A-12 dan YF-12 yang dibuat oleh Lockheed Skunk Works. SR-71 secara tidak resmi dijuluki 'Blackbird' dan dipanggil Habu (nama ular) oleh para awak penerbangnya. Clarence "Kelly" Johnson bertanggung jawab atas berbagai inovasi di konsep desain pesawat canggih ini. Keungulan dalam pertahanan pesawat ini adalah kecepatan terbang dan tingginya daya jelajah, dimana jika sebuah peluru kendali darat ke udara terdeteksi, tindak pengelakan yang standar adalah menambah kecepatan. Tipe SR-71 digunakan antara 1964 sampai 1998, dimana 12 dari 32 pesawat rusak akibat berbagai kecelakaan, tetapi tidak satupun hilang ketangan musuh.

Spesifikasi (SR-71A)

Karakteristik umum

  • Kru: 2
  • Payload: 3,500 lb (1,600 kg) of sensors
  • Panjang: 107 ft 5 in (32.74 m)
  • Lebar sayap: 55 ft 7 in (16.94 m)
  • Tinggi: 18 ft 6 in (5.64 m)
  • Area sayap: 1,800 ft2 (170 m2)
  • Berat kosong: 67,500 lb (30,600 kg)
  • Berat terisi: 170,000 lb (77,000 kg)
  • Berat maksimum lepas landas: 172,000 lb (78,000 kg)
  • Mesin: 2× Pratt & Whitney J58-1 continuous-bleed afterburning turbojets, 32,500 lbf (145 kN) masing-masingWheel track: 16 ft 8 in (5.08 m)
  • Wheel base: 37 ft 10 in (11.53 m)
  • Aspect ratio: 1.7

Performa

B-2 Spirit


Northrop Grumman B-2 adalah pesawat perang berteknologi stealth yang digunakan untuk mengembom. Dijalankan oleh Angkatan Perang Udara Amerika Serikat. Pesawat ini tidak mampu terbang cepat dan mudah dimusnahkan jika dilihat.

Spesifikasi

Karakteristik umum
  • Kru: 2
  • Panjang: 69 ft (21 m)
  • Lebar sayap: 172 ft (52.4 m)
  • Tinggi: 17 ft (5.2 m)
  • Area sayap: 5,000 ft² (460 m²)
  • Berat kosong: 158,000 lb (71.7 t)
  • Berat terisi: 336,500 lb (152.6 t)
  • Berat maksimum lepas landas: 376,000 lb (171.0 t)
  • Mesin: 4× General Electric F118-GE-100 turbofans, 17,300 lbf (77 kN) masing-masing

Performa

Persenjataan

  • 2 internal bays for 50,000 lb (22,700 kg) of ordnance.[5]
    • 80× 500 lb class bombs (Mk-82) mounted on Bomb Rack Assembly (BRA)
    • 36× 750 lb CBU class bombs on BRA
    • 16× 2000 lb class weapons (Mk-84, JDAM-84, JDAM-102) mounted on Rotary Launcher Assembly (RLA)
    • 16× B61 or B83 nuclear weapons on RLA

Tuesday, December 22, 2009

Lockheed L-1011


The Lockheed L-1011 TriStar, commonly referred to as just L-1011 (pronounced "ell-ten-eleven") or TriStar, is a medium-to-long ran ge, three-engine, widebody passenger jet airliner. It was the third widebody airliner to enter commercial operations, following the Boeing 747 and the McDonnell Douglas DC-10. Between 1968 and 198 4, Lockheed manufactured a total of 250 TriStars. After production ended, Lockheed withdrew from the commercial aircraft business due to its below-target sales.


Design and development

In the 1960s, American Airlines approached Lockheed and competitor Douglas (later McDonnell Douglas) with the need for an airliner smaller t

han the 747, but still capable of carrying a large passenger load to distant locales such as London and Latin America from company hubs in Dallas/Ft Worth and New York. Lockheed had been largely absent from the civil airliner market since the late 1950s following problems with its L-188 Electra, which had suffered a number of crashes early in its career due to wing vibration. However, having experienced difficulties with some of its military programs, Lockheed was keen to re-enter the civil market, and its response was the L-1011 TriStar. The aircraft was originally conceived as a "jumbo twin", but a three-engine design was ultimately chosen to give the plane enough thrust to take off from existing runways.[2]


The design featured a twin-aisle interior with a maximum of 400 passengers, a three-engine layout, low noise emissions (in the early 1970s, Eastern Air Lines nicknamed the L-1011 "The WhisperLiner"), improved reliability, and efficient operation. The main visible difference between the TriStar and the DC-10 that emerged at Douglas is in the middle/tail engine; the DC-10's engine is mounted above the fuselage for more power and easier maintenance, while the TriStar's engine is integrated into the tail through an S-duct (similar to that of the Boeing 727) for improved quietness and stability. A major differentiator between the L-1011 and the DC-10 was Lockheed's selection of the Rolls-Royce RB211 engine for the L-1011. As originally designed, the RB211 turbofan was an advanced three-spool design with a carbon fibre fan, which would have better efficiency and power-to-weight ratio than any competing design. This would make the L-1011 more efficient, a major selling point.

American Airlines opted for the Douglas DC-10, although it had shown considerable interest in the L-1011. American's intent in doing so was to convince Douglas to lower its price for the DC-10, which it did.[3] Without the support of American, the TriStar was launched on orders from TWA and Eastern Air Lines. Although the TriStar's design schedule closely followed that of its competitor, the DC-10, Douglas beat Lockheed to market by a year due to delays in power plant development. In February 1971, after massive development costs associated with the RB211, Rolls-Royce went into receivership. This halted L-1011 final assembly, but by then it was too late to change engine suppliers (to either General Electric or Pratt & Whitney).



Logo of the Lockheed L-1011 TriStar

The British government agreed to approve a large state subsidy to restart Rolls-Royce operations on condition the U.S. government guarantee the bank loans Lockheed needed to complete the L-1011 project.[4] Despite some opposition, not least from the then Governor of California Ronald Reagan, the U.S. government provided these guarantees.[5] For the rest of the RB211 project, Rolls remained a government-owned company.

The TriStar's internal Lockheed model number is L-093. The prototype first flew on 17 November 1970.[6] The crew for that flight was H. B. Dees (pilot), Ralph C. Cokely (copilot), and G. E. Fisher (development engineer). The L-1011 was certified on 14 April 1972 and the first airliner was delivered to Eastern Air Lines on 26 April 1972.[6] In an effort to further publicize the new plane, an L-1011 was taken on a world tour during 1972 by famed Lockheed test pilot Tony LeVier.

The earlier versions of the L-1011, such as the -1, -100, and -150 can be distinguished from the later models by the design of the middle engine nacelles. The earlier version nacelle has a round intake, whereas the later models have a small vertical fin between the bottom of the middle engine intake and the top of the fuselage.



The L-1011 featured a highly advanced autopilot system and was the first widebody to receive FAA certification for Cat-IIIc autolanding, which approved the TriStar for completely blind landings in zero-visibility weather performed by the aircraft's autopilot. It also had a unique Direct Lift Control (DLC) system, which allowed for smooth approaches when landing. DLC helps maintain the descending glideslope on final approach by automatically deploying spoiler panels on the wings. Thus, rather than maintaining the descent by adjusting pitch, DLC helps control the descent while maintaining a more consistent pitch angle, using four redundant hydraulic systems; production also utilized a unique "autoclave" system for bonding fuselage panels together. This made the L-1011 extremely resistant to corrosion.

Lockheed bribed the members of the Japanese government to subsidize ANA's purchase of L-1011s. The resulting political scandal led to the arrest of Prime Minister Kakuei Tanaka. Within Lockheed, board chairman Daniel Haughton and vice chairman and president Carl Kotchian resigned from their posts on 13 February 1976. Tanaka was eventually tried and found guilty of violating foreign exchange control laws, but was not charged with bribery, a more serious criminal offense.[7]

The Soviet Union at that time lacked a wide-body airliner. Development of their own Ilyushin Il-86 was delayed, so in mid 1970s the Soviets started negotiations to buy 30 TriStars and licence-produce up to 100 a year.[8] The talks collapsed as US President Jimmy Carter made human rights a US policy factor. The TriStar was also listed by the Coordinating Committee as embodying advanced technology banned from potential enemies.




Manufactured in Lockheed facilities in Burbank and Palmdale, California, the TriStar faced brisk competition with the 747 and, even more directly, the DC-10, which it closely resembled. Trans World Airlines heralded the TriStar as one of the safest airplanes in the world in some of its promotional literature in the 1980s when concern over the safety record of the DC-10, which was flown by most of its competitors, was at its peak.[citation needed] However, 446 DC-10s were sold compared to 250 TriStars, partly because of the TriStar's delayed introduction but particularly because a heavier, longer-range version was not initially offered. Under state control, costs at Rolls-Royce were tightly controlled, and the company's efforts largely went into the original TriStar engines, which had needed considerable modifications between the L-1011's first flight and service entry. The competition, notably General Electric, were very quick to develop their CF6 engine to higher thrust, which meant that a heavier 'intercontinental' DC-10-30 could be brought to market. The flexibility afforded to potential customers by a long-range DC-10 quickly put the L-1011 at a serious marketing disadvantage. Rolls-Royce went on to develop the high-thrust RB211-524 for the L-1011-200 and -500, but this took many years.

Lockheed needed to sell 500 planes to break even, but in 1981 announced production would end with delivery of the 250th and last plane on order in 1984. The TriStar's failure to achieve profitability caused Lockheed to withdraw from the civil aircraft business.[1]

Operational history

The L-1011 used an INS (Inertial Navigation System) to operate its navigation needs. This included aligning the navigation system by entering current coordinates of longitude and latitude. The INS could only hold nine waypoints in its memory. Waypoints were entered using their longitude and latitude coordinates, also.[citation needed]

Commercial



Delta Air Lines was the type's largest customer. Cathay Pacific eventually became the largest non-U.S. operator of the type by acquiring many of the Eastern Air Lines examples when Eastern Air Lines went bankrupt, operating as many as 21 aircraft.

Most major airlines have retired the type from their fleets. Cathay Pacific retired its L-1011 fleet in October 1996, replacing the fleet with Airbus A330-300. TWA withdrew its last TriStar from service in 1997. Delta retired its TriStar fleet in 2001, replacing them with the Boeing 767-400ER.




The L-1011 still sees use by smaller start-up carriers, particularly in Africa and Asia. These operators mainly do their business in the ad hoc charter and wet leasing businesses. ATA Airlines (formerly known as American Trans Air) fleet included over 19 Tristars, but operations dwindled to only three L1011-500s prior to the company's shut-down in April 2008.

The two L-1011 aircraft delivered to Pacific Southwest Airlines were configured with internal airstair doors that led into an entry hall in what was normally the forward lower baggage hold. This was to allow operations from airfields that did not have terminal buildings with jet bridges. These two aircraft were later in service with AeroperĆŗ and Worldways Canada.


In the early 1990s, Orbital Sciences began to use a converted L-1011-100 named Stargazer to launch Pegasus rockets into orbit around Earth. This venture effectively rendered the small Scout rocket obsolete.[9][10] This aircraft was also used in support of the X-34 and X-43 programs. NASA performed aerodynamic research on Orbital Science's L-1011 in 1995.[11]

Military

The TriStar has also been used as a military tanker and passenger/cargo aircraft. The Royal Air Force has nine aircraft of four variants. The aircraft are ex-British Airways and Pan Am L-1011-500s. All of the aircraft serve with No. 216 Squadron, and are based at RAF Brize Norton. The TriStar will remain in service with the RAF until early in the next decade, when it is scheduled to be replaced by the Airbus A330 MRTT under the Future Strategic Tanker Aircraft (FSTA) program.

Variants

L-1011-1

The L-1011-1 was the first production model of the L-1011, designed for short and medium-range flights. This type was purchased by Air Canada, ANA, Cathay Pacific, Eastern and other operators with regional trunk routes requiring a widebody aircraft. Pacific Southwest Airlines purchased two L-1011[12]-1 models with lower deck seating. This variant was also the only wide-body to have the option for a full-height built-in airstair incorporated into the design.[citation needed]

L-1011-50

The L-1011-50 was an upgraded version of the L-1011-1 with an increase in maximum takeoff weight from 430,000 pounds (195,000 kg) to either 440,000 pounds (200,000 kg) or 450,000 pounds (204,000 kg). Fuel capacity was not increased. The -50 was available only as a conversion package for the L-1011-1 and was never built new.

L-1011-100

The L-1011-100 first flew in 1975 and featured a new center fuel tank that increased the aircraft's range by nearly 930 miles (1,500 km). It was purchased by several airlines with longer-range routes, such as TWA, Air Canada and BEA.

[edit] L-1011-150

The L-1011-150 was a development of the L-1011-1 with maximum takeoff weight increased to 470,000 pounds (210,000 kg). It was available only as a conversion for the L-1011-1.

L-1011-200

The L-1011-200 was introduced in 1976. Although otherwise similar to the -100, the -200 uses Rolls-Royce RB.211-524B engines to improve its performance in hot and high-altitude conditions. Gulf Air used -200 models to replace its earlier generation Vickers VC-10 fleet. Saudi Arabian Airlines (SAUDIA), was a launch customer for the -200 series and operated a sizeable fleet until 1998.

L-1011-250

The L-1011-250 was an upgrade developed for late-model L-1011-1 aircraft and all L-1011-100 and L-1011-200 aircraft. It increased maximum takeoff weight to 510,000 pounds (230,000 kg) and fuel capacity from 23,600 US gal (89,335 l) to 31,632 US gal (119,735 l). This variant also used the upgraded RB211-524B4I engine, which could be easily upgraded on the existing RB211-524B powerplants of the L-1011-200 but required a re-engining on the L-1011-1 and L-1011-100, which used the original RB211-22B. The upgrade allowed the L-1011 to match the performance of the long-range McDonnell Douglas DC-10-30. Although it was applicable to all L-1011 models, it was only used by Delta Air Lines on six late-model L-1011-1 aircraft.

L-1011-500

The L-1011-500 was a longer-range variant first flight tested in 1978. Its fuselage length was shortened by 14 feet (4.3 m) to accommodate higher fuel loads. It also utilizes the more powerful engines of the -200 series. The -500 variant was popular among international operators and formed a significant portion of the L-1011 fleet of Delta and British Airways.

This is the Cockpit of L10'11















Ilyushin Il-96


Ilyushin Il-96-300 adalah sebuah pesawat penumpang berbadan lebar. Pesawat ini didesain oleh Ilyushin, Uni Soviet.

Data Teknis

Mesin dan Daya Dorong

Empat Mesin Turbofan 160.0kN (35,970lb) Aviadvigatel (Soloviev) PS-90A

Kinerja

Kecepatan Jelajah 850 sampai 900 km/ jam (460-485 knot)

Kecepatan jelajah jarak jauh 0.78 Mach, Kecepatan tinggi dalam jelajah 0.80 Mach dan kecepatan maksimum 0.84 mach

Jarak Jelajah dengan muatan maksimum 37.5 tin (82,675 lb) dan cadangan 9000 km (4850 nm), dengan 30 ton (66,140 lb) muatan 10.000 km (5400 nm(nautical miles)), dengan 15 ton (33,070 lb) muatan 12000 km (6500 nm)

Berat pesawat

Berat kosong operasional 121,500 kg (267.860lb), berat max take off 250,000 kg (551,160 lb), max landing 183,000 kg (403,450 lb), kapasitas tangki bahan bakar 150.000 liter (39,625 gallon)

Dimensi dan ukuran pesawat

Rentang sayap (ujung ke ujung) 60.11 m (197 ft (kaki) 3 in (Inchi), panjang badan 55.35 m (181 kaki 7 inchi), tinggi 17. 17.55 meter (57 kaki 7 inchi). Lebar sayap 391.6m2 (4215.0 kaki persegi(sq ft))

Kapasitas

Tiga awak kabin (dua orang pilot dan satu FE (flight engineer). Kelas tunggal (Single Class) 300 kursi dalam 9 baris dengan 2 kabin. Tiga kelas terdiri dari 235 kursi dengan 22 kursi kelas satu dalam 6 baris dengan jarak antar kursi 102 cm (40 inchi), 40 kelas bisnis dalam 8 baris dengan jarak 90 cm (35 in), dan 173 kelas ekonomi dalam 9 baris dengan jarak 87 (34 in). bagasi bagian bawah depan dapat mengangkut kontainer tipe LD3 atau pallet dengan kapasitas 9000 kg (19,840 lb) dan bagasi belakang dapat mengangkut 10 LD3 kontainer atau pallet dengan kapasitas 15,000 kg (33,070 lb)

Produksi

Terdapat sekitar 15 Il-96-300 yang telah diproduksi dimana 6 unit dioperasikan Aeroflot dan 3 unit dioperasikan oleh Domodedovo Civil Aviation Enterprise dan sisanya dioperasikan oleh unit pemerintah Rusia termasuk satu unit sebagai pesawat kepresidenan.

Tipe

Pesawat penumpang berbadan lebar jarak

jauh

Sejarah

Pesawat Il-96-300 adalah pesawat penumpa

ng Rusia dengan desain baru dengan menambahkan sejumlah teknologi dan mesin yang baru dan pengembangan dari pesawat Il-86 yang kurang kompetitif.


Pesawat ini dmulai pembuatannya pada pertengahan 1980-an yang kemudian disusul penerbangan perdananya pada bulan 28 September 1988. Dibuat dalam dua prototipe yang digunakan sebagai uji di darat yang berada pada a

rea dimana Il-86 menempuh program sertifikasi 1200 jam . Pesawt Il-96 mendapatkan sertifikasi oleh Rusia pada tanggal 29 Desember 1992. Tahun berikutnya Il-96-300 masuk operasional di maskapai penerbangan Aeroflot.


Pesawat Il-6-300 dibuat berdasarkan pesawat berbadan lebar sebelumnya Il-86 namun dilengkapi dengan perlengkapan teknologi baru khususnya berdasarkan pesawat penumpang berteknologi barat. termasuk tiga kontrol Sistem fly-by wire, 6 monitor EFIS pada kokpitnya meskipun menggunakan tiga awak, tidak dua awak penerbang sebagaimana desain pesawat barat, Dibangun dengan menggunakan konstruksi komposit (termasuk flaps dan lantai dek utama) serta winglet. Menggunakan mesin turbofans PS-90 yang didesain untuk memenuhi batas kebisingan Stage 3 yang merupakan standar ICAO (dimana Il-86 tidak memenuhinya sementara bagian lower deck airstair yang ada pada Il-86 dihapus.


Pesawat Il-96-300 merupakan pesawat Rusia yang dibangun dengan teknologi barat (termasuk mesin Pratt & Whitney PW-2337 dan sistem avionik digital Collins) serta merupakan basis dari pesawat Il-96-M dan Il-96 T.

Ini Cockpit IL - 96









Ilyushin Il-62


Ilyushin Il-62 adalah sebuah pesawat jarak jauh yang memiliki badan sempit. Pertama kali diperkenalkan tahun 1963, oleh perusahaan penerbangan Ilyushin, Uni Soviet. Ilyushin Il-62, yang pertama, melakukan penerbangan perdana tahun 1963. Seri Il-62M, yang paling laris, terbang pertama kali tahun 1974.

Sejarah

Pada waktu itu adalah era pesawat bermesin empat. Namun, memiliki badan yang kecil. Ilyushin kemudian merancang sebuah pesawat yang dapat menyaingi pesawat kecil bermesin empat lainnya. Akhirnya, lahirlah Ilyushin Il-62. Ilyushin Il-62 juga dirancang untuk menggantikan pesawat turboprop jarak jauh Tupolev Tu-114. Karena bertujuan menggantikan Tu-114, maka Il-62 juga dirancang untuk jarak jauh, yaitu 10.000 km.

Il-62 memiliki empat mesin Soloviev D-30KU, yang saat ini digunakan untuk mentenagai Tu-154M. Mirip dengan DC-9 dan MD-82, mesin diletakkan di belakang (lihat gambar). Dua mesin disambung di satu sisi.

Varian


Ilyushin Il-62 dibagi menjadi 3 seri : Il-62, Il-62MK, dan Il-62M. Dari ketiganya, Il-62M adalah yang paling laku, dengan penjualan sebanyak 193 buah. Il-62 terjual sebanyak 94 buah, dan Il-62MK hanya berhasil terjual sebanyak 9 buah. Totalnya adalah 292 buah pesawat.

Ilyushin Il-62 mengakhiri masa layanan tahun 1993.

Pesawat Saingan


Sebuah Vickers VC10 milik maskapai Gulf Air yang akan mendarat di Bandara Internasional Heathrow.
Lihatlah persamaan VC10 dengan Il-62 mengenai konfigurasinya (lihat gambar Rossiya)

Ilyushin Il-62 bersaing dengan 3 pesawat mesin empat lainnya, yaitu DC-8 dan Boeing 707 dari Amerika Serikat, dan Vickers VC10 dari Inggris. Konfigurasi Ilyushin Il-62 sama dengan Vickers VC10. Tupolev Tu-114 adalah pesawat buatan Soviet yang digantikan oleh Ilyushin Il-62 ini, karena Tu-114 masih menggunakan turboprop.

Ini Cockpit IL - 62





















Antonov An-225


Antonov An-225 Mriya (bahasa Ukraina: ŠŠ½Ń‚Š¾Š½Š¾Š² ŠŠ½-225 ŠœŃ€Ń–я) merupakan pesawat terbesar kedua didunia yang diciptakan oleh Perusahaan Antonov. Nama belakang pesawat ini ŠœŃ€Ń–я (Mriya) yang dalam bahasa Ukraina berarti Mimpi atau Inspirasi. Dahulu pesawat ini digunakan untuk mengangkut pesawat ulang alik Buran menggantikan Myasishchev VM-T. Namun seiring dengan bubarnya Uni Soviet pada tahun 1991 dan proyek Buran yang tidak dilanjutkan lagi tahun 1993 pesawat ini terpaksa tidak beroperasi (tidak tampak) selama hampir 8 tahun. Sebenarnya, pesawat ini ada dua. Namun hanya satu yang beroperasi (UR-82060), sedangkan yang kedua diperkirakan akan rampung di tahun 2008. Pada tahun 2001, pesawat ini kembali dioperasikan dengan menjadi pengangkut berat yang bernomor penerbangan UR-82060 (yang sebelumnya Š”Š”Š”Š -82060) sampai sekarang.

Spesifikasi (An-225)

Karakteristik umum
  • Kru: 6
  • Payload: 250,000 kg (550,000 lb)
  • Door dimensions: 440 x 640 cm (14.4 x 21 ft)
  • Panjang: 84 m (275.6 ft)
  • Lebar sayap: 88.4 m (290 ft 2 in)
  • Tinggi: 18.1 m (59.3 ft)
  • Area sayap: 905 m2 (9,743.7 ft2)
  • Cargo Volume: Templat:Convert/m3)
  • Berat kosong: 285,000 kg (628,315 lb)
  • Berat maksimum lepas landas: 600,000 kg (1,323,000 lb)
  • Mesin: 6× ZMKB Progress D-18 turbofans, 229.5 kN (51,600 lbf) masing-masingTakeoff run: 3.500 m (11,000 kaki) with maximum payload

Performa

Ini Cockpit Antonov An - 225

C-17 Globemaster III

Boeing (dulu bernama McDonnell Douglas) C-17 Globemaster III adalah sebuah pesawat angkut militer Amerika Serikat yang diproduksi oleh Boeing Integrated Defense Systems dan dioperasikan oleh Angkatan Udara Amerika Serikat, Angkatan Udara Britania Raya dan Angkatan Udara Australia. Pesawat ini telah juga dipilih oleh Militer Kanada dan direncanakan untuk dikirim pada 2007.[3] NATO juga berencana untuk memesan pesawat angkut jenis ini.

C-17 mengambil bentuk nama yang sama dari dua pesawat angkut berat pendahulunya yaitu C-74 Globemaster dan C-124 Globemaster II.

Ini Cockpit C-17
















F-117 Nighthawk


F-117A Nighthawk adalah pesawat serang darat siluman yang hanya dimiliki oleh Angkatan Udara Amerika Serikat. Pesawat ini adalah hasil dari program pesawat siluman Lockheed Have Blue, dan merupakan pesawat pertama yang dirancang khusus untuk menggunakan teknologi siluman.

F-117A banyak mendapatkan publikasi pada masa Perang Teluk. Kini Angkatan Udara Amerika Serikat berencana untuk mempensiunkan F-117, dikarenakan akan mulai dipakainya F-22 Raptor yang lebih efektif. F-117 akan mulai dipensiunkan secara bertahap dari Oktober 2006 sampai 2008,[3][4] dan sudah tidak ada lagi pilot baru yang dilatih untuk menggunakan pesawat ini

Penamaan

Penamaan huruf "F-" pada pesawat ini secara resmi tidak pernah dijelaskan. Namun, diperkirakan penamaan ini menggunakan konvensi penamaan pesawat militer Angkatan Udara Amerika Serikat sebelum tahun 1962, misalnya seperti F-111. Pada pesawat militer Amerika Serikat setelah tahun 1962, penamaan "F-" biasanya untuk pesawat tempur udara ke udara, "B-" untuk pesawat pengebom, "A-" untuk pesawat serang darat, dan "C-" untuk pesawat kargo (contohnya F-15 Eagle, B-2 Spirit, A-6 Intruder, dan C-130 Hercules). Pesawat siluman ini merupakan pesawat serang darat, karena itulah huruf awal "F-" dan penomorannya masih menjadi misteri.

Baru-baru ini sebuah film dokumentasi yang mewawancarai seorang anggota senior tim pengembangan F-117, mengatakan bahwa pilot-pilot terbaik akan lebih tertarik untuk mencoba pesawat "F-", dibandingkan pesawat "B-" atau "A-".[8]


Spesifikasi




Karakteristik umum

  • Kru: 1
  • Panjang: 65 ft 11 in (20.09 m)
  • Lebar sayap: 43 ft 4 in (13.20 m)
  • Tinggi: 12 ft 9.5 in (3.78 m)
  • Area sayap: 780 ft² (73 m²)
  • Berat kosong: 29,500 lb (13,380 kg)
  • Berat terisi: 52,500 lb (23,800 kg)
  • Mesin: 2× General Electric F404-F1D2 turbofans, 10,600 lbf (48.0 kN) masing-masing

Performa

Persenjataan

GBU-10
GBU-10
GBU-12
GBU-12
GBU-27
GBU-27
GBU-31
GBU-31
Persenjataan F117

F-22 Raptor


F-22 Raptor adalah pesawat tempur siluman buatan Amerika Serikat. Pesawat ini awalnya direncanakan untuk dijadikan pesawat tempur superioritas udara untuk digunakan menghadapi pesawat tempur Uni Soviet, tetapi pesawat ini juga dilengkapi peralatan untuk serangan darat, peperangan elektronik, dan sinyal intelijen. Pesawat ini melalui masa pengembangan yang panjang, versi prototipnya diberi nama YF-22, tiga tahun sebelum secara resmi dipakai diberi nama F/A-22, dan akhirnya diberi nama F-22A ketika resmi mulai dipakai pada Desember 2005. Lockheed Martin Aeronautics adalah kontraktor utama yang bertanggungjawab memproduksi sebagian besar badan pesawat, persenjataan, dan perakitan F-22. Kemudian mitranya, Boeing Integrated Defense Systems memproduksi sayap, peralatan avionik, dan pelatihan pilot dan perawatan.

Sejarah



YF-22, pesawat pengembangan yang menjadi dasar untuk pembuatan F-22.

Advanced Tactical Fighter (ATF) merupakan kontrak untuk demonstrasi dan program validasi yang dilakukan Angkatan Udara Amerika Serikat untuk mengembangkan sebuah generasi baru pesawat tempur superioritas udara untuk menghadapi ancaman dari luar Amerika Serikat, termasuk dikembangkannya pesawat kelas Su-27 era Soviet.

Pada tahun 1981, Angkatan Udara Amerika Serikat memetakan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebuah pesawat tempur baru yang direncanakan untuk menggantikan F-15 Eagle. ATF direncanakan untuk memadukan teknologi modern seperti logam canggih dan material komposit, sistem kontrol mutakhir, sistem penggerak bertenaga tinggi, dan teknologi pesawat siluman.

Proposal untuk kontrak ini diajukan pada tahun 1986, oleh dua tim kontraktor, yaitu Lockheed-Boeing-General Dynamics dan Northrop-McDonnell Douglas, yang terpilih pada Oktober 1986 untuk melalui fase demonstrasi dan validasi selama 50 bulan, yang akhirnya menghasilkan dua prototip, yaitu YF-22 dan YF-23.

Pesawat ini direncanakan untuk menjadi pesawat Amerika Serikat paling canggih pada awal abad ke-21, karena itu, pesawat ini merupakan pesawat tempur paling mahal, dengan harga US$120 juta per unit, atau US$361 juta per unit bila ditambahkan dengan biaya pengembangan.[1] Pada April 2005, total biaya pengembangan program ini adalah US$70 miliar, menyebabkan jumlah pesawat yang direncanakan akan dibuat turun menjadi 438, lalu 381, dan sekarang 180, dari rencana awal 750 pesawat.[2] Salah satu faktor penyebab pengurangan ini adalah karena F-35 Lightning II akan memiliki teknologi yang sama dengan F-22, tapi dengan harga satuan yang lebih murah.



YF-22 'Lightning II'

YF-22 merupakan pesawat pengembangan yang menjadi dasar untuk pembuatan F-22 versi produksi. Namun, ada beberapa perbedaan signifikan antara keduanya, yaitu perubahan posisi kokpit, perubahan struktur, dan banyak perubahan kecil lainnya.[3] Kedua pesawat ini sering tertukar pada foto-foto, umumnya pada sudut pandang yang sulit untuk melihat fitur-fitur tertentu. YF-22 diberikan julukan Lighting II oleh Lockheed, nama ini bertahan sampai pertengahan 1990-an. Untuk beberapa waktu, pesawat ini juga sempat diberi julukan SuperStar and Rapier.[4] Namun F-35 kemudian secara resmi mendapat nama Lighting II pada 7 Juli 2006.[5]

YF-22 mendapatkan kontrak ATF setelah memenangkan kompetisi terbang mengalahkan YF-23 buatan Northrop-McDonnell Douglas. Pada April 2002, pada saat pengetesan, prototip pertama YF-22 jatuh ketika mendarat di Pangkalan Udara Edwards di California. Sang tes pilot, Tom Morgenfeld, tidak terluka. Penyebab jatuh ini adalah kesalahan pada perangkat lunak.[6]

Produksi



F-22 versi produksi pertama kali dikirim ke Pangkalan Udara Nellis, Nevada, pada tanggal 14 Januari 2003. Pengetesan dan evaluasi terakhir dilakukan pada 27 Oktober 2004. Pada akhir 2004, sudah ada 51 Raptor yang terkirim, dengan 22 lagi dipesan pada anggaran fiskal 2004. Kehancuran versi produksi pertama kali terjadi pada 20 Desember 2004 pada saat lepas landas, sang pilot selamat setelah eject beberapa saat sebelum jatuh. Investigasi kejatuhan ini menyimpulkan bahwa interupsi tenaga saat mematikan mesin sebelum lepas landas menyebabkan kerusakan pada sistem kontrol.[7]

Pergantian nama

Versi produksi pesawat ini diberi nama F-22 Raptor ketika pertama kali dimunculkan pada tanggal 9 April 1997 di Lockheed-Georgia Co., Marietta, Georgia.

Pada September 2002, petinggi Angkatan Udara Amerika Serikat merubah nama Raptor menjadi F/A-22. Penamaan ini, yang mirip dengan penamaan F/A-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat, bertujuan untuk mendorong citra Raptor sebagai pesawat tempur sekaligus pesawat serang darat, dikarenakan oleh perdebatan yang terjadi di pemerintahan AS tentang pentingnya pesawat tempur superioritas udara yang sangat mahal. Nama ini kemudian dikembalikan lagi menjadi F-22 saja pada 12 Desember 2005, dan kemudian pada 15 Desember 2005 F-22A secara resmi mulai dipakai.[8]



Pembelian

Awalnya Angkatan Udara Amerika Serikat berencana memesan 750 ATF, dengan produksi dimulai pada tahun 1994. Pada tahun 1990 Major Aircraft Review merubah rencana menjadi 648 pesawat udara yang dimulai pada tahun 1996. Tujuan akhirnya berubah lagi pada tahun 1994, menjadi 442 pesawat memasuki masa pakai pada tahun 2003 or 2004. Laporan Kementrian Pertahan pada tahun 1997 merubah pembelian menjadi 339. Pada tahun 2003, Angkatan Udara mengatakan bahwa pembatasan pembiayaan kongresional yang ada sekarang membatasi pembelian menjadi 277. Pada tahun 2006, Pentagon mengatakan akan membeli 183 pesawat, yang akan menghemat $15 milyar tapi akan menaikkan pembiayaan per pesawat. Rencana ini telah mendapat persetujuan de facto dari Kongres dalam bentuk rencana pembelian beberapa tahun, yang masih membuka peluang untuk pemesanan baru melewati titik tersebut. Lockheed Martin telah mengatakan bahwa pada FY(Fiscal Year/Tahun Fiskal) 2009 mereka sudah harus tahu apakah lebih banyak pesawat akan dibeli, untuk pemesanan barang-barang long-lead.

Pada April 2006, biaya F-22A ditaksir oleh Government Accountability Office menjadi $361 juta per pesawat. Biaya ini mencerminkan total biaya program F-22A total program cost, dibagi jumlah jet yang akan dibeli oleh Angkatan Udara. Sejauh ini, Angkatan Udara telah menginvestasikan sebanyak $28 milyar dalam riset, pengembangan, dan percobaan Raptor. Uang itu, yang disebut sebagai "sunk cost," telah dibelanjakan dan terpisah dari uang yang digunakan untuk pengambilan keputusan di masa depan, termasuk pembelian kopi dari jet tersebut.



Saat semua 183 jet telah dibeli, $34 milyar akan dibelanjakan untuk pembelian pesawat udara ini sebenarnya. Ini akan menghasilkan biaya sekitar $339 juta per pesawat udara berdasarkan biaya total program. Kenaikan biaya dari satu tambahan F-22 adalah sekitar $120 juta. Jika Angkatan Udara akan membeli 100 buah tambahan F-22 hari ini, tiap pesawat akan berharga lebih rendah dari $117 juta dan akan terus jatuh dengan tambahan pembelian pesawat.[9]

F-22 bukan pesawat paling mahal yang pernah ada; kekhasan itu sepertinya berpulang pada B-2 Spirit yang secara kasar bernilai $2.2 milyar per unit; walaupun kenaikan biaya di bawah 1 milyar US Dollar. Untuk lebih adilnya, pemesanan B-2 berubah dari ratusan menjadi beberapa lusin ketika Perang Dingin berakhir sehingga harga per unitnya melangit. F-22 menggunakan lebih sedikit bahan penyerap radar daripada B-2 atau F-117 Nighthawk, dengan harapan biaya perawatan yang akan menjadi lebih rendah.

Karakteristik



Pergerakan

Mesin turbofan ganda Pratt & Whitney F119-PW-100 F-22 memiliki kemampuan pengarah daya dorong. Pengarah ini bisa mengatur perputaran axis pitch sampai sekitar 20°. Daya dorong maksimum mesin ini masih dirahasiakan, namun diperkirakan sekitar 35.000 lbf (156 kN) per turbofan. Kecepatan maksimum pesawat ini diperkirakan sekitar Mach 1,2 ketika dalam supercruise tanpa senjata eksternal. Dengan afterburner, menurut Lockheed Martin, kecepatannya "lebih dari Mach 2,0" (2.120 km/jam).

F-22 juga bisa bermanuver dengan sangat baik pada kecepatan supersonik maupun subsonik. Penggunaan pengarah daya dorong membuatnya bisa berbelok secara tajam, dan melakukan manuver ekstrim seperti Manuver Herbst, Kobra Pugachev,[10] dan Kulbit. F-22 juga bisa mempertahankan sudut menyerang konstan yang lebih besar dari 60°.[10][11] Ketinggian terbang juga mempengaruhi serangan. Dalam latihan militer di Alaska pada Juni 2006, para pilot F-22 menyebut bahwa kemampuan terbang pada ketinggian yang lebih tinggi dari pesawat lain merupakan salah satu faktor penentu kemenangan mutlak F-22 pada latihan tersebut.[12]

Avionik



Radar APG-77-1A yang dipakai oleh F-22.

F-22 menggunakan radar AN/APG-77 AESA yang dirancang untuk operasi superioritas udara dan serangan darat, yang sulit dideteksi pesawat lawan, menggunakan apertur aktif, dan dapat melacak beberapa target sekaligus dalam cuaca apapun. AN/APG-77 mengganti frekuensinya 1.000 kali setiap detik, membuatnya juga sangat sulit dilacak. Radar ini juga dapat memfokuskan emisi terhadap sensor lawan, membuat pesawat lawan mengalami gangguan.

Informasi pada radar ini diproses oleh dua prosesor Raytheon, yang masing-masing dapat melakukan 10,5 miliar operasi per detik, dan memiliki memori 300 megabyte. Perangkat lunak pada F-22 terdiri dari 1,7 juta baris koding, yang sebagian besar memproses data yang ditangkap radar.[13] Radar ini memiliki jarak jangkau sekitar 125-150 mil, dan direncanakan untuk dimutakhirkan dengan jarak maksimum sekitar 250 mil.[12]

F-22 juga memiliki beberapa fungsi yang unik untuk pesawat seukurannya. Antara lain, pesawat ini memiliki kemampuan deteksi dan identifikasi musuh yang hampir setara dengan RC-135 Rivet Joint.[12] Kemampuan "mini-AWACS" ini membuat F-22 sangat berguna di garis depan. Pesawat ini bisa menandakan target untuk pesawat F-15 dan F-16, dan bahkan dapat mengetahui pesawat apa yang pesawat kawan sedang targetkan, jadi bisa membuat agar pesawat kawan tidak mengejar target yang sama.[10][12]

Bus data yang digunakan pesawat ini diberi nama MIL-STD-1394B, yang dirancang khusus untuk F-22. Sistem bus ini dikembangkan dari sistem komersial FireWire (IEEE-1394),[14] yang diciptakan oleh Apple dan sering ditemukan pada komputer Apple Macintosh. Sistem bus data ini juga akan digunakan pada pesawat tempur F-35 Lightning II.[14]



Persenjataan

F-22 dirancang untuk membawa peluru kendali udara ke udara yang tersimpan secara internal di dalam badan pesawat agar tidak mengganggu kemampuan silumannya. Peluncuran rudal ini didahului oleh membukanya katup persenjataan lalu rudal didorong kebawah oleh sistem hidrolik. Pesawat ini juga bisa membawa bom, misalnya Joint Direct Attack Munition (JDAM) dan Small-Diameter Bomb (SDB) yang lebih baru. Selain penyimpanan internal, pesawat ini juga dapat membawa persenjataan pada empat titik eksternal, tetapi apabila ini dipakai akan sangat mengurangi kemampuan siluman, kecepatan, dan kelincahannya. Untuk senjata cadangan, F-22 membawa meriam otomatis M61A2 Vulcan 20 mm yang tersimpan di bagian kanan pesawat, meriam ini membawa 480 butir peluru, dan akan habis bila ditembakkan secara terus-menerus selama sekitar lima detik. Meskipun begitu, F-22 dapat menggunakan meriam ini ketika bertarung tanpa terdeteksi, yang akan dibutuhkan ketika rudal sudah habis.[10]

Kemampuan siluman




Pesawat tempur modern Barat masa kini sudah memakai fitur-fitur yang membuat mereka lebih sulit dideteksi di radar dari pesawat sebelumnya, seperti pemakaian material penyerap radar. Pada F-22, selain pemakaian material penyerap radar, bentuk dan rupa F-22 juga dirancang khusus, dan detil lain seperti cantelan pada pesawat dan helm pilot juga sudah dibuat agar lebih tersembunyi.[15] F-22 juga dirancang untuk mengeluarkan emisi infra-merah yang lebih sulit untuk dilacak oleh peluru kendali "pencari panas".

Namun, F-22 tidak tergantung pada material penyerap radar seperti F-117 Nighthawk. Penggunaan material ini sempat memunculkan masalah karena tidak tahan cuaca buruk.[16] Dan tidak seperti pesawat pengebom siluman B-2 Spirit yang membutuhkan hangar khusus, F-22 dapat diberikan perawatan pada hangar biasa.selain itu, F-22 juga memiliki sistem yang bernama "Signature Assessment System", yang akan menandakan kapan jejak radar pesawat sudah tinggi, sampai akhirnya membutuhkan pembetulan dan perawatan.

Pemakaian afterburner juga membuat emisi pesawat lebih mudah ditangkap oleh radar, ini diperkirakan adalah alasan mengapa pesawat F-22 difokuskan untuk bisa memiliki kemampuan supercruise.

Spesifikasi (F-22 Raptor)


Data dari USAF,[17] situs Tim F-22 Raptor,[18] dan Aviation Week & Space Technology[12]

Karakteristik umum

  • Kru: 1
  • Panjang: 62 kaki 1 in (18,90 m)
  • Lebar sayap: 44 kaki 6 in (13,56 m)
  • Tinggi: 16 kaki 8 in (5,08 m)
  • Area sayap: 840 kaki² (78,04 m²)
  • Airfoil: NACA 64A?05,92 akar, NACA 64A?04,29 ujung
  • Berat kosong: 31.670 lb (14.365 kg)
  • Berat terisi: 55.352 lb (25.107 kg)
  • Berat maksimum lepas landas: 80.000 lb (36.288 kg)
  • Mesin: 2× Pratt & Whitney F119-PW-100 Turbofan pengarah daya dorong pitch, 35.000 lb (155,7 kN) masing-masing

Performa

Persenjataan

  • Udara ke darat:

Avionik

  • Radar: 125-150 mil (200-240 km) terhadap target 1 m² (perkiraan)[12]